
Infopenerbangan.com – Lion Air mengkaji ulang pembelian pesawat dari Boeing, termasuk kemungkinan membatalkan pesanan pesawat yang sudah ditandatangani setelah jatuhnya pesawat Lion Air Jt610 yang menewaskan 189 orang pada Oktober lalu.
Rusdi Kirana dikabarkan marah atas apa yang dianggapnya sebagai upaya Boeing untuk mengalihkan perhatian dari perubahan desain yang baru-baru ini dilakukan dan menuding Lion Air bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut. Pada saat yang sama, Lion air juga menghadapi penyelidikan atas catatan pemeliharaan dan tindakan para pilot.
Lion Air sudah memesan 190 pesawat jet Boeing senilai total $22 miliar atau sekitar IDR 317.2 triliun (dengan kurs saat ini), yang menunggu untuk dikirim. Sebelumnya, Lion Air sudah menerima pengiriman untuk 197 pesawat, yang menjadikan Lion Air salah satu konsumen ekspor AS terbesar.
Maskapai berlogo Singa Merah itu belum mengambil keputusan sejauh ini. Tapi pembahasan mengenai nasib sisa pesanan senilai $22 miliar menyoroti pertaruhan dalam penyelidikan kecelakaan yang melibatkan pesawat Boeing terlaris, 737 MAX.
“Namun,Lion Air akan mengklarifikasi kepada sumber berita yang dikatakan untuk mengetahui kebenaran dan persisnya seperti apa, sikap dan keinginan menyangkut informasi dimaksud,” ujar Danang.
Langkah Rusdi mengkaji pesanan pesawat Boeing adalah respon atas pernyataan Boeing pekan lalu yang menyatakan memusatkan perhatian pada masalah pilot dan perawatan.
“Kami mengambil setiap langkah untuk memahami seluruh aspek kecelakaan tersebut dan bekerja sama erat dengan tim investigasi dan seluruh otoritas regulator yang terlibat. Boeing juga menyelidiki perubahan pada perangkat lunak setelah kecelakaan tersebut. Tapi Boeing bersikeras bahwa sudah ada prosedur yang diterapkan sejak lama untuk pilot membatalkan gerakan menukin hidung pesawt secara otomatis yang dialami 737 MAX akibat kesalahan pembacaan sensor.
Setelah kecelakaan Lion Air JT610, Boeing dikecam oleh pilot-pilot AS karena tidak menyebutkan sistem MCAS, yaitu modifikasi sistem pencegahan hilangnya daya angkat atau anti-stall, dalam manual 737 MAX yang mulai beroperasi tahun lalu.