

infopenerbangan.com – Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta dalam sidang putusannya di Pengadilan negeri Jakarta Pusat Kamis (12/10) lalu mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan oleh 18 eks Pilot Lion Air kepada direksi Lion Air terkait pemecatan kami oleh pihak Lion Air sebagai buntut dari keputusan menolak terbang pada 10 Mei 2016 silam.
Dalam putusannya Ketua Majelis Hakim, Eko Sugianto menyatakan bahwa hubungan kerja antara para pilot dan pihak Lion Air berada di dalam ranah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagarkerjaan, yakni hubungan kerja tetap atau masuk dalam kategori Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), dan bukan merupakan perjanjian perdata biasa sebagaimana yang diklaim oleh pihak Lion Air. Oleh karenanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pihak Lion Air harus mengikuti ketentuan yang ada pada UU Ketenagakerjaan. Selanjutnya Majelis Hakim memerintahkan manajemen Lion Air untuk memenuhi seluruh hak-hak para pilot yang di-PHK, termasuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Kepmenakertrans No. KEP-78/MEN/2001.
“Sebelumnya, pihak direksi Lion Air pada Agustus 2016 lalu memecat kami sebagai buntut dari keputusan kami untuk menolak menerbangkan pesawat pada 10 Mei 2016 silam. Pihak manajemen beranggapan tindakan mereka telah menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi maskapai, dan segera setelah kejadian itu para pilot tersebut tidak lagi diberikan jadwal terbang tanpa alasan yang jelas sampai akhirnya kami menerima surat pemecatan pada Agustus 2016 lalu,” ungkap Capt. Eki Adriansjah salah satu pilot Lion Air.
Manajemen Lion Air kala itu bahkan juga sempat melaporkan kami ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan sabotase dan pencemaran nama baik. Tidak cukup dengan pemecatan, pihak Lion Air juga mewajibkan kami untuk membayar ganti rugi dengan jumlah yang cukup besar karena menganggap kami telah melakukan wanprestasi terhadap pihak Lion Air.
Kami sendiri sejak awal menyatakan bahwa keputusan mereka untuk menolak terbang pada 10 Mei 2016 lalu merupakan bentuk sikap dan tindakan profesional kami sebagai pilot, dan telah sesuai dengan ketentuan konvensi penerbangan serta SOP yang telah diibuat sendiri oleh Lion Air. Kami menolak terbang karena pada saat itu kondisi psikologis kami sangat terganggu, yang mana jika kami tetap memaksakan diri untuk menerbangkan pesawat akan membahayakan keselamatan penerbangan.
Larangan menerbangkan pesawat bagi pilot yang tidak sedang dalam kondisi psikologis yang baik sudah diatur jelas dalam konvensi penerbangan internasional dan bahkan di dalam SOP yang dikeluarkan oleh pihak Lion Air sendiri. Sementara penyebab terganggunya kondisi psikologis para pilot pada hari itu dipicu oleh kekecewaan dan keresahan yang sudah terakumulasi sejak lama terkait praktik manajemen yang tidak profesional dan seringkali merugikan para pilot.
Kami sesungguhnya dapat menerima keputusan PHK tersebut, sepanjang sesuai dengan peraturan dan perundangan ketenagakerjaan. Namun pihak Lion Air menganggap bahwa hubungan kerja antara pihaknya dengan para pilot bukanlah perjanjian ketenagakerjaan, melainkan perjanjian perdata biasa. Dan alih-alih memenuhi hak-hak pesangon para pilot, pihak Lion Air justru mewajibkan kami membayar uang ganti rugi (penalti) atas biaya-biaya yang sudah dikeluarkan Lion Air untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan kami selama ini, di mana besaran nilainya sangat fantastis dan tidak jelas dari mana perhitungannya.
“Karena kami menolak hal tersebut, pihak Lion Air kemudian menggugat kami secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada November 2016 lalu, dengan gugatan wanprestasi. Gugatan perdata tersebut tidak dikabulkan oleh majelis hakim yang menyidangkan perkara ini,” ucapnya seperti dalam siran tertulis yang diterima infopenerbangan.com.
Di waktu yang hampir bersamaan, kami juga memutuskan untuk menggugat pihak Lion Air ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) DKI Jakarta. Gugatan ini dimaksudkan tidak hanya untuk sekadar memperjuangkan hak-hak kami, tetapi juga untuk mengajak perhatian semua pemangku kepentingan agar praktik-praktik hubungan kerja seperti yang kami alami ini dapat dikoreksi.
Pada akhirnya kami berharap putusan hukum ini dapat menjadi momentum perubahan ke arah yang lebih baik bagi industri penerbangan nasional. Semoga industri penerbangan kita semakin kuat dan profesional dan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat.(Ivan)
BACA JUGA :
tikHot NewsNews
- Lion Air Group Berencana Bangun Bandara Menyerupai Bandara Atlanta Di Lebak Banten
Lion Air Group Siap Bantu Calon Pilot nya Dengan Kredit Briguna BRI