Infopenerbangan , – Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) mengadakan konferensi pers terdorong karena adanya kondisi internal yang dilihat akan membahayakan kelangsungan Garuda Indonesia.
Ada 3 titik yang menjadi masalah yang ditinggalkan:
1.Permasalahan Operasional
2.Permasalahan Keuangan
3.Permasalahan hubungan industri yang semakin lama tidak kondusif,
Dilihat dari mana saja Garuda Indonesia yang merupakan bagian akhir dari banyak konsumen Garuda, yang terkait dengan masalah pembatalan atau pajak penerbangan. Demikian juga dengan masalah industri, banyak yang ada. Oleh karena itu eksistensi dan reputasi garuda perlu diselamatkan dengan menempatkan pemimpin dari orang-orang yang profesional yang memahami dunia penerbangan.
Capt Erick Ferdinand selaku Corporate Affair mewakili seluruh jajaran Serikat Pekerja Garuda dan Asosiasi membacakan permasalah apa saja yang terjadi di tubuh Garuda. Peningkatan pendapatan tidak sebanding dengan peningkatan biaya dari tahun 2016 ketahun 2017 dimana peningkatan biaya 11,6%, sementara pendapatan hanya 8,11%. Kerugian Garuda sangat besar pada tahun 2017 sebesar 213juta US dollar berbanding terbalik dengan keuntungan yang diperoleh pada tahun 2016 yang hanya sebesar 9,3juta US dollar.
Dan peningkatan jumlah direksi dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan dimana pada tahun 2015 jumlah direksi ada 7 kemudian tahun 2016 terjadi penambahan direksi menjadi 8 direksi, kemudian pada tahun 2017 ditambah lagi menjadi 9. Pada tanggal 19 April telah diadakan RUPS dengan diundangnya 100% pemegang saham yang hasil dari rapat tersebut pengurangan direksi menjadi 8 direksi.
Kegagalan managemen garuda antara lain disebabkan oleh:
1. Kegagalan dalam perubahan sistem penjadwalan crew sehingga menyebabkan sejumlah pembatalan penerbangan, puncaknya pada awal desember 2017. Hal ini masih terus terjadi hingga saat ini dan yang menjadi penanggung jawab hal ini adalah Direktur Marketing dan Teknologi Informasi (Direktur IT).
2. Jabatan direktur cargo sangat tidak diperlukan , dikarenakan Garuda Indonesia tidak memiliki pesawat khusus cargo.
3. Peningkatan pendapatan usaha penjualan tiket Penumpang tidak mampu mengimbangi beban usaha, karena ketidak mampuan direktur marketing dalam membuat strategi penjualan produk. Hal ini dapat dilihat pada penurunan rata-rata harga jual tiket pada tahun 2017 dibandingkan 2016.
4. Saham Garuda Indonesia terus merosot.
5. Direktur personalia banyak mengeluarkan peraturan perusahaan yang bertentangan dengan perjanjian kerja bersama tanpa berunding dengan serikat pekerja, yang mana menimbulkan perselisihan dan menimbulkan suasana kerja yang tidak kondusif. Sehingga berdampak pada penurunan safety.
Demi menjaga kelangsungan bisnis Garuda Indonesia dengan tetap berkomitmen menjaga keselamatan pernerbangnya dan memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan, maka serikat bersama meminta kepada bapak Presiden dan Mentri BUMN serta seluruh pemilik saham PT. Garuda Indonesia Persero Tbk untuk dapat segera menstrukturisasi jumlah direksi dari 8 menjadi 6 orang dengan berpedoman pada peraturan Penerbangan Sipil Republik Indonesia, serta melakukan pergantian direksi dengan mengutamakan profesionalitas dibidang penerbangan, yang berasal dari internal PT. Garuda Indonesia. Karena mereka lebih memahami permasalahan yang terjadi diperusahaan.
Jika tidak dapat mengeluarkan, maka dengan berat hati APG dan Sekarga yang tergabung dalam Sekber (serikat bersama) akan melakukan mogok. Dalam kesempatan itu Sekarga meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia dan seluruh pengguna jasa di PT. Garuda Indonesia.