Infopenerbangan,- Badan keselamatan transportasi udara Australia (ATSB) membantah spekulasi yang menyebutkan pilot Malaysia Airlines MH370 sengaja menjatuhkan pesawat ke laut pada Maret 2014. Hal ini disampaikan setelah tayangan program televisi 60 Minutes episode MH370 mengudara di layar televisi.
Dilansir dari TheGuardian, Direktur pencarian ATSB, Peter Foley, mengatakan berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan pesawat MH370 bukan sengaja dijatuhkan oleh pilot.
“Kami mengkaji secara objektif data yang kami diperoleh. Dari data yang ada, jika pada saat-saat terakhir pesawat itu masih dalam kendali (pilot), maka kendali itu tidak bisa dilakukan sepenuhnya (oleh pilot),” kata Foley kepada para anggota parlemen Australia, Selasa (22/5/2018).
Menurut kesimpulan penyelidikan ATSB, dikatakan pilot dalam keadaan tidak sadar pada saat-saat terakhir penerbangan MH370, sehingga menyebabkan pesawat jatuh ke Samudera Hindia bagian selatan.
Namun hal ini berbeda dengan yang disampaikan oleh salah seorang pakar penerbangan, Larry Vance yang turut hadir dalam program televisi 60 Minutes, Vance menyatakan bahwa Zaharie sadar pada saat akhir penerbangan, dan sengaja mengemudikan pesawatnya ke dalam laut.
Menurut pendapatnya didalam buku miliknya, Vance mengatakan bahwa Zaharie menurunkan tekanan pesawat untuk ‘melumpuhkan’ penumpang dan kru lainnya melalui hipoksia (kekurangan oksigen), dan menggunakan pasokan udara darurat untuk tetap sadar.
Namun, Foley justru mengatakan bahwa pesawat tersebut kemungkinan besar kehabisan bahan bakar, kemudian berbelok keluar jalur, sehingga seluruh penumpang tewas sebelum pesawat jatuh karena tekanan di kabin dan kokpit, sehingga ATSB masih memiliki keyakinan bahwa bahwa pesawat itu tidak berada di bawah kendali siapa pun ketika menabrak air.
Dia mengatakan analisis transmisi satelit dari saat-saat terakhir penerbangan menunjukkan bahwa jet berada dalam desakan yang cepat dan berakselerasi di akhir. Puing-puing dari dalam interior pesawat ditemukan hanyut di pantai barat Samudera Hindia menekankan adanya energi yang signifikan pada dampak yang terjadi.
Foley mengatakan analisis dari flap kedua yang ditemukan di pulau Pemba, di lepas pantai Tanzania, pada Juni 2016 lalu mengindikasikan bahwa pesawat “kemungkinan tidak dikerahkan”.
“Apa yang gagal mereka pahami adalah ketika Anda mengenakan masker oksigen dan mencegah situasi hipoksia yang terburuk, Anda menerbangkan pesawat dengan ketinggian 40.000 kaki. Anda naik pesawat dari permukaan laut ke Mt Kosciuszko dalam 20 menit, kemudian Anda berbicara, selama beberapa menit, ke ketinggian Gunung Everest ditambah 1.000 kaki. Anda juga akan mengalami penyakit dekompresi,” ujarnya.
Dia mengatakan situasi serupa terjadi pada pesawat kargo pada tahun 1994, yang didokumentasikan oleh Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS.
“Selama pendakian, awak pesawat tidak dapat menekan pesawat, dan kapten memilih untuk melanjutkan penerbangan. Para kru mengenakan masker oksigen mereka dan tak lama kemudian kapten menjadi lemas akibat penyakit dekompresi. Co-Pilot mengambil alih komando dan mereka mendaratkan pesawat,” ujarnya.
“Hal ini dapat terjadi “dalam beberapa menit. Pilot di pesawat khusus ini berumur 51 tahun dan kelebihan berat badan. Pilot MH370 berumur 53 tahun dan kelebihan berat badan juga. Saya tidak mengatakan itu terjadi dan saya benci berspekulasi, tapi ini merupakan satu skenario yang masuk akal,” ujarnya.
Namun, senator Rex Patrick terus menekan Foley tentang kemungkinan bahwa pesawat itu berada dalam pengendalian.
“Hari ini kami memiliki analisis tentang flap yang memberitahu kami itu mungkin tidak dikerahkan,” kata Foley.
“Kami memiliki analisis dari dua transmisi terakhir yang mengatakan bahwa pesawat itu berada pada tingkat keturunan yang tinggi. Kami memiliki 30 keping puing, beberapa dari dalam badan pesawat, yang mengatakan ada pengaruh energi yang signifikan. Kami memiliki cukup banyak bukti untuk spekulasi pesawat tidak dalam pengendalian,” ujarnya. (*/Np)