InfoPenerbangan,- Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati menanggapi adanya harga minyak atau avtur yang mengalami kenaikan. Hal ini tentu berimbas pada keberlangsungan industri penerbangan di Indonesia.
Adita mengungkapkan, saat ini Kemenhub tengah melakukan beberapa kajian dan paralel untuk membahas kenaikan harga avtur secara lintas sektoral.
“Kami sedang dalam pembahasan untuk mengkaji dampak kenaikan avtur dalam jangka panjang dan langkah-langkah apa yang bisa diambil,” dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (29/6).
Adita menambahkan, saat ini harga avtur dunia serta harga minyak yang ditetapkan oleh Pertamina memang sedang mengalami kenaikan luar biasa dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
Sementara itu, komponen bahan bakar minyak merupakan salah satu komponen dengan biaya terbesar maskapai di samping sewa pesawat. Untuk itu, pemerintah kini tengah mengkaji solusi-solusi yang akan dilakukan untuk keberlangsungan operasional maskapai.
“Dampaknya menjadi sangat signifikan bagi biaya operasional maskapai,” tambahnya.
Selain itu faktor pendorong lain adanya kenaikan tersebut yakni kenaikan nilai dollar AS dibandingkan rupiah yang turut menambah beban maskapai, apalagi hampir semua komponen biaya dibayar dalam dollar AS.
“Kenaikan harga avtur ini salah satunya disebabkan dampak perang Rusia dan Ukraina sebagai salam satu penghasil minyak terbesar di duni. Satu hal yang memang sulit dikontrol oleh sektor transportasi,” tutup Adita.
Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono menuturkan, pemerintah tentu akan memperhatikan kelangsungan industri penerbangan. Terutama melalui Tarif batas atas dan bawah tiket pesawat diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 20 Tahun 2019.
“Saat ini, kami sedang meninjau tentang tarif tiket pesawat dalam PM 20/2019, apakah struktur tarif masih sesuai dengan kondisi operasional saat ini,” ungkapnya dalam rapat Komisi V DPR RI, Selasa (28/6).
Isnin menekankan saat ini pemerintah telah melakukan gotong royong. Kondisi itu seperti yang telah dilakukan dengan penundaan pembayaran piutang. Adapun pemerintah juga telah melakukan stimulus kalibrasi. Kemudian juga pembebasan biaya Passenger Service Charge (PSC).
Pihaknya juga sudah berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Upaya lainnya adalah terkait dengan relaksasi pajak.
Misalnya, untuk persoalan suku cadang atau spare part sudah ada ketentuan keringanan lewat Peraturan Pemerintah (PP) soal perpajakan.
“Soal pengadaan spare part ini tentunya sudah relatif terbantu dengan kebijakan perpajakan,” pungkasnya. (*)