InfoPenerbangan,- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menjadi salah satu industri penerbangan yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga berada diambang kebangkrutan.
Kebangkrutan Garuda bisa menjadi kenyataan, jika skema restrukturisasi utang yang menjadi opsi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak disepakati oleh kreditur.
Nilai restrukturisasi utang yang ditargetkan pemegang saham pun bombastik yakni mencapai USD1,5 miliar atau setara Rp21,4 triliun (Kurs Rp 14,400 per dolar AS). Saat ini utang emiten tercatat 4,5 miliar dolar AS atau mendekati Rp70 triliun.
“Memang ada risiko kalau proses restrukturisasi ini kemudian kreditor tidak menyetujui atau akhirnya banyak tuntutan-tuntutan legal terhadap Garuda Indonesia bisa terjadi tidak mencapai kuorum dan akhirnya bisa jadi menuju kebangkrutan. Ini yang kita hindari,” ujar Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, dikutip Jumat (4/6/2021).
Adapun MNC Portal Indonesia merangkum sejumlah sebab utama kerugian Garuda Indonesia hingga berpotensi gulung tikar. Berikut fakta-faktanya:
1. Harga Sewa Pesawat Mahal
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, harga sewa pesawat yang dipatok lessor cukup tinggi. Asumsi itu didasari atas kinerja Garuda yang mulai memburuk sejak tingkat penumpang menurun drastis selama pandemi Covid-19.
Dari 36 lessor yang menjadi mitra Garuda, sebagian memasang harga sewa pesawat mahal dan sebagian lainnya terlibat dalam kasus korupsi sebelumnya.
2. Efisiensi Pesawat
Efisiensi pengelolaan pesawat menjadi masalah lain. Pemegang saham mencatat, ada beragam jenis pesawat yang dimiliki Garuda. Misalnya, Boeing 737-777, A320, A330, ATR, Bombardier.
Jenis pesawat yang banyak membuat manajemen tidak efektif mengelolanya. Sementara harga sewa yang dikeluarkan cukup tinggi.
3. Model Bisnis
Rute penerbangan internasional dinilai tidak menguntungkan bagi Garuda Indonesia. Dari catatan Kementerian BUMN, kontribusi penumpang mancanegara hanya mencapai 22% saja. Jumlah itu setara Rp300 triliun yang bisa dikontribusikan.
Padahal, rute domestik bisa mencapai 78% atau mampu menyumbang Rp1.400 triliun.
4. Kerugian per Bulan Capai Rp1,4 Triliun
Kerugian yang dialami Garuda Indonesia per bulan mencapai 100 juta dolar Amerika Serikat. Nilai itu setara dengan Rp1,429 triliun (Kurs Rp 14.400 per dolar AS).
Kerugian maskapai penerbangan pelat merah itu disebabkan okupansi penumpang yang menurun signifikan selama pandemi Covid-19. (*)