Infopenerbangan,- Setelah melakukan restrukturisasi untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan yang sempat anjlok di tengah pandemi, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menganggap kondisi keuangannya sudah jauh membaik.
Dalam Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) 2023, manajemen Garuda Indonesia mengatakan maskapai penerbangan nasional ini sempat berada di posisi terendah semenjak perusahan didirikan. Situasi pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2019 lalu membawa industri penerbangan jatuh ke titik terendahnya sepanjang sejarah.
Dikutip dari cnbcindonesia.com, dalam RUPS Direktur Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan tahun 2019 merupakan titik terendah perusahaan. Terdapat kondisi fundamental dimana penurunan pendapatan kala pandemi tadi bisa diikuti dengan penurunan bebas.
Pandemi Covid-19 membuat Maskapai plat merah ini terkena imbas. Garuda Indonesia dihadapkan oleh serangkaian masalah, seperti utang membengkak hingga US$ 10,1 Miliar dan ekuitas negatif mencapai US$ 5,3 miliar pada 2021.
Periode yang sama, Garuda Indonesia mengalami penurunan pendapatan dan trafik penumpang 90%, serta 70% pesawat Garuda terpaksa tidak beroperasi akibat efek pandemi dan masalah keuangan internal.
Dilansir dari industri.kontan.id, Proses restrukturisasi melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dilakukan Garuda sejak 2021 lalu dengan melibatkan lebih dari 800 pihak kreditur yang meliputi institusi pemerintahan, BUMN dan afiliasinya, perbankan, lessor, pabrikan pesawat, dan lain-lain. Negosiasi terus dilakukan oleh Garuda Indonesia dengan para krediturnya di tengah keterbatasan waktu.
Manajemen menambahkan, bahwa perusahaan juga sempat tidak memiliki banyak waktu atau hanya tersisa sembilan bulan untuk memperoleh kesepakatan dengan kreditor. “Tak dipungkiri proposal (Garuda Indonesia) tidak memenuhi harapan seluruh kreditur, waktu awal klasifikasinya brutal,” ungkap Irfan.
Meskipun demikian, Irfan mengatakan bahwa proposal tersebut merupakan yang paling rasional dan mencerminkan upaya manajemen untuk menjadikan GIAA menjadi maskapai penerbangan yang lebih sehat setiap hari.
Sebagai langkah lanjutan restrukturisasi, Garuda Indonesia turut menggandeng PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). PPA memberi fasilitas pembiayaan restorasi armada kepada Garuda sebesar Rp 725 miliar pada 2022. Ditahun yang sama, Garuda berhasil memperoleh suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun.
Selanjutnya, Garuda Indonesia membentuk sinking fund sebesar US$ 27,5 juta per 31 Desember 2022 sebagai salah satu upaya memenuhi kewajiban perdamaian PKPU.
Bersamaan dengan itu, Garuda berhasil memperoleh persetujuan dari Kementerian keuangan atas permohonan Persetujuan Kredit Luar Negeri (PKLN) yang diwujudkan berupa penerbitan surat utang baru makmum US$ 624,74 Juta dan suku baru maksimum US$ 78,02 Juta.
Lebih lanjut Irfan mengatakan berkat dari restrukturisasi, nilai utang Garuda Indonesia menyusut sekitar 50% dari US$ 10,1 Miliar menjadi US$ 5,1 Miliar. Garuda Indonesia berhasil memperoleh pendapatan sebesar US$ 1,22 Miliar dan laba bersih US$ 3,81 Miliar pada 2022.
Pada 2023, Manajemen Garuda Indonesia optimis terhadap kinerja perusahaan tersebut dapat terbang lebih tinggi. Garuda pun memproyeksikan pertumbuhan pendapatan operasional (operating revenue) mencapai kisaran 84% sampai 87% pada 2023. Di saat yang sama, EBITDA Garuda meningkat sekitar 20% sampai 25%. (*)